Sunday, September 14, 2008

Konsistensi Berbahasa

Fenomena penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang terjadi di masyarakat sekarang ini sungguh beragam. Mulai dari pencampuradukan penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang digunakan di media massa, di papan reklame maupun nama tempat usaha sampai pada penggunaan kosakata bahasa Inggris tanpa padanan bahasa Indonesianya. Perhatikan contoh berikut.

(1) Pencampuradukan kosakata bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia pada papan reklame yang berbunyi “Discount Spesial untuk Pemegang Kartu, Kenali Merchant Kami”. Kata discount sebaiknya diganti dengan kata diskon dan kata merchant diganti dengan kata produk. Pesan pada papan reklame tersebut menjadi “Diskon Spesial untuk Pemegang Kartu. Kenali Produk Kami.”

(2) Pencampuradukan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam satu kata. Sering kita temukan istilah mendownload atau diupload. Sebaliknya, dalam prinsip konsistensi kita menggunakan istilah bahasa Indonesianya. Kata download dipadankan menjadi unduh dan kata upload dipadankan menjadi unggah. Kedua istilah tersebut menjadi mengunduh dan diunggah.

(3) Penggunaan bahasa Inggris di dalam media cetak yang terkadang dalam menggunakan bahasa Inggris tanpa mencantumkan padanan bahasa Indonesianya. Seperti dikutip dari Kompas (tanggal 27 Mei 2008, halaman 36), kata platform dalam kalimat “Pagi buta itu dari sebuah platform beratap sirap di tengah hutan saya menyaksikan keajaiban berupa seekor burung cantik….”. Kata platform mungkin sudah umum tetapi sebaiknya disertai dengan padanan bahasa Indonesianya yakni panggung yang ditulis di dalam kurung setelah kata platform.

Penggunaan bahasa yang kurang tepat hendaknya menjadi pusat perhatian kita karena bagian dari proses pembelajaran masyarakat. Kita diharapkan tidak boleh melakukan kesalahan berbahasa. Apabila kita melakukan kesalahan berbahasa, masyarakat akan mudah meniru kesalahan berbahasa tersebut. Walaupun kita kritis tetapi tidak mengungkapkannya, kesalahan tersebut tetap tertanam dalam pikiran masyarakat. Apalagi kita tidak bisa menolak pengaruh besar dari globalisasi yang mulai menenggelamkan keberadaan bahasa Indonesia. Pernah tercatat dalam data Pusat Bahasa bahwa dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini, hanya sekitar 18,7 persen atau sebanyak 32,607 juta jiwa sebagai pemakai bahasa Indonesia. (www.kompas.com, 16 November 2007). Walaupun demikian, kuncinya tetap pada konsistensi kita dalam menggunakan bahasa apapun sesuai dengan fungsinya—bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan internasional, dan bahasa Daerah sebagai bahasa ibu.

Sejurus dengan semangat 100 tahun kebangkitan nasional, kita harus lebih menguatkan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang berbahasa satu, bahasa Indonesia. Kita harus bangga terhadap apa yang kita miliki. Jangan sampai kita baru sadar setelah milik kita diambil orang lain. Hidup bangsa dan negara Indonesia! Merdeka!

1 comment:

Dedy Ari Asfar said...

Ini dia tulisan yang ditunggu-tunggu. Salam dedy

Post a Comment