Sunday, September 14, 2008

Hah! Pacar gue BANCI!!!!

Diilhami oleh seseorang teman lama yang mungkin memiliki kecendrungan homoseksual atau heteroseksual tingkat tinggi (cunihin) dan berdasarkan mimpi dalam tiga malam berturut-turut, mimpi yang bersambung seperti sebuah cuplikan kisah nyata, saya mencoba menyambungkan semua hal itu dalam proyek imajinasi sederhana saya berupa sebuah novel. Saya yakin ilmu saya masih sangat dangkal dalam ilmu sastra, tetapi kalau tidak segera dicoba, kapan lagi. Yang pasti, semangat belajar saya tidak berhenti. Saya berharap novel ini bukan sekedar menghibur tetapi juga informatif.
Selamat datang dalam dunia imajinasi saya.
Hidup ini penuh dengan misteri. Tidak ada satu manusia pun yang mampu mengungkapkannya dengan benar. Hari ini bisa jadi seorang yang kaya raya, esok entah apa yang akan terjadi. Bisa tetap jadi kaya atau sebaliknya, miskin semiskin miskinnya. Suatu ketika kita bisa bahagia karena dapat hadiah utama sebuah kuis, di waktu lain mungkin saja kita harus membayar hutang yang tak terduga jumlahnya memberatkan hati, pikiran dan tentu saja kocek kita. Ada yang lebih ekstrim lagi. Di suatu masa, seseorang bisa menjadi malaikat penolong dengan tanpa cacat dosa dan kesalahan apapun. Dia pun mencapai apa yang dinamakan puncak kejayaan dalam ibadah yang tidak mengabaikan dunia. Seketika, tanpa disadari dia pun bisa terjerat hukum karena dugaan kasus pengikut aliran sesat. Phiuh! Hidup…hidup. Dunia…dunia. Susah memang. Hidupku pun penuh misteri. Entah apa yang membawaku bisa seperti ini. Aku pun tak tahu entah apa yang dapat membuat hidupku berubah nanti. Yang jelas, aku harus bertahan hidup sekarang. Aku tidak berani berharap atas rahmat, hidayah, karunia entah apalagi istilahnya sehingga hidupku berubah menjadi lebih baik dan aku bertobat. Aku tak tahu dan sementara aku tidak mau tahu. Keadaanku setiap hari susah dan hanya memikirkan apa aku bisa makan hari ini.
Hah! Pekerjaan ku membuat ku pusing. Setiap malam aku harus menjajakan jasa layanan siap pakai untuk orang-orang yang mau menumpahkan hasrat seksnya. Terkadang aku dapat pelanggan banyak sampai aku tidak mampu memenuhinya. Terkadang sampai larut malam bahkan sampai pagi dandananku luntur oleh terpaan angin, debu dan keringatku dan bukan oleh basuhan atau belaian pelangganku. Karena sepinya pelanggan atau karena memang banyak saingan-saingan ku yang beroperasi di wilayah yang sama. Huh! Brengsek mereka! Aku tahu, mereka memang lebih cantik dari aku. Tapi mbok ya bagi-bagi rezeki. Kalau sudah tidak dapat pelanggan, aku harus berpuasa karena uang yang ada harus aku simpan untuk bayar sewa rumah. Kalau enggak dibayar, aku bisa diusir nanti. Ibu yang punya rumah galak banget. Dia enggak tanggung-tanggung kalo ngusir orang. Temanku pernah diusir karena telat bayar, padahal baru dua hari loh. Ihh! Serem. Semua barang-barang yang ada didalam kamarnya, dibuang ke jalan depan rumah. Teganya! Udah gitu pake teriak-teriak lagi. Aku enggak mau diusir. Kalo aku diusir, aku harus tinggal dimana lagi. Cari sewaan rumah yang murah jaman sekarang susah. Udah mahal, lingkungannya pun enggak mendukung profesiku. Mereka memang usil. Mau tahu aja urusan orang. Gatel kalo enggak ngomongin orang. Ihh! Sebel..sebel..sebel!
Oh..ya. aku hampir lupa. Namaku Anna. Kependekan dari Johanna. Hehe…sebenarnya itu nama beken ku karena aku biasa dipanggil sama pelanggan-pelangganku pake nama itu. Namaku yang sesungguhnya Johan Hanafi. Aku adalah laki-laki yang tidak menjalani kehidupan dengan sebagaimana laki-laki yang sesungguhnya. Aku muslim. Jujur saja, aku masih shalat. Aku tidak perduli apa shalat ku syah atau tidak. Diterima atau tidak. Yang aku percaya, berdasarkan ajaran guru ngajiku dulu, shalat itu tiang agama. Kalau shalat kita bagus, insya Allah, ibadah kita yang lain akan bagus. Aku tahu profesiku tidak baik. Tapi bekerja itu kan ibadah. Orang yang tidak bekerja malah tidak baik karena dia tidak berusaha untuk mengubah nasibnya. Allah kan berfirman ‘Aku tidak akan mengubah nasib umatku kalau ia sendiri tidak mengubahnya’. Tapi walau bagaimanapun pekerjaan ku tetap tidak baik karena efek buruk yang akan terjadi. Penyakit, lingkungan, masa depan ku dan sebagainya. Habis mau bagaimana lagi.
Aku dibesarkan dari keluarga yang harmonis. Ayahku seorang pedagang karpet yang sukses. Beliau mempunyai kios yang lumayan agak besar di pasar. Ayahku keturunan Arab campur Sunda. Karena beliau dari keluarga besar Arab yang juga sukses menjual karpet, tidak sulit untuknya menjalankan usaha itu. Dari pasokan karpet yang langsung diimpor dari Arab Saudi sampai pada mencari pelanggan. Walaupun begitu, ia tidak mau mengandalkan keluarganya terlalu lama. Beliau mulai merintis usahanya dari beliau masih muda. Beliau mulai dengan mempunyai toko sendiri dengan nama Rodzak Collection. Usahanya sukses dan mulai mendapat pelanggan sendiri. Suatu ketika, datang seorang wanita yang sangat cantik. Ayahku langsung jatuh cinta. Ia melayani pelanggan itu dengan sangat ramah sampai memberikan diskon gede-gedean. Ayahku adalah tipe orang yang perayu. Pacarnya banyak. Tapi untuk yang satu ini, beliau tidak mau salah langkah. Beliau pikir, kalau salah langkah akan tidak dapat si cantik dan akan ditinggal pergi. Berbagai macam cara beliau lakukan untuk memikat si cantik. Akhirnya mereka jadian dan menjalin kasih sampai ke pernikahan. Sudah tahu pasti kan? Si cantik itu adalah ibuku. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang hebat. Dulu beliau pernah bekerja sebagai sekretaris. Namun semenjak anak-anaknya lahir, beliau berhenti dan memutuskan untuk mengurus anak-anaknya dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Mamah, begitu aku memanggil, memang ibu yang hebat. Bayangkan, kami 5 bersaudara, laki-laki semua, dengan kebandelan-kebandelan kami, Mamah tetap sabar dan tidak pernah marah. Kalo kami berkelahi, kami akan dimarahi Abah, panggilan kami untuk ayah, dan kemudian, akan dibela Mamah. Itu terjadi hampir setiap hari. Pokokna Mamah mah meni hebat! Hebring! Top top top!
Masa kecil aku alami dengan kebahagiaan, canda tawa, kenakalan yang wajar, cinta kasih orang tua, kakak, dan sahabat. Seperti layaknya anak laki-laki pada umumnya, aku main apapun permainan yang dilakukan oleh anak laki-laki. Yang aku ingat, aku selalu main layangan setiap pulang sekolah. Seperti biasa, sepulang sekolah aku harus sampai di rumah terlebih dahulu dan nongolin muka ke Mamah biar Mamah tau kalau aku sudah pulang. Karena kalau enggak, beliau akan sangat khawatir. Takut ada apa-apa kalau anaknya belum pulang. Biasa lah orang tua memang seperti itu kan? Aku punya dua sahabat yang sangat mengerti akan sifatku yang keras. Mereka pernah kecewa karena aku egois tetapi mungkin karena kami sahabat sejati, mereka tidak pernah punya dendam sama aku. Begitu pula sikapku terhadap mereka. Kami memang punya sifat unik masing-masing. Karena saling pengertian itulah walaupun kami punya sifat yang berbeda-beda, kami tetap solid. Go Asep! Go Slamet!
Itulah mereka, sahabat sejatiku. Kami biasa main layangan di lapangan di atas bukit. Di daerah sekitar rumahku masih ada bukit yang mempunyai tanah datar di puncaknya. Kami sangat menikmati main di sana karena tempat itu sepi dan banyak angin. Kami pun tidak punya saingan karena tidak ada anak-anak lain yang main di situ selain kami. Apalagi di sekitar kami terdapat banyak pohon buah-buahan yang selalu berbuah dan tidak kenal musim. Biasanya, kalau kami lelah bermain, kami akan beristirahat sejenak sambil makan buah-buahan itu. Dan jika lelah kami telah hilang, kami pun melanjutkan melakukan kesenangan kami dengan bermain kelereng atau permainan lainnya. Pokoknya bukit itu adalah surga kami sebelum ada anak baru yang mengalahkan kami dan merebut surga kami. Mereka anak orang kaya yang baru pindah dari kota. Mereka dipimpin oleh seorang gadis kecil yang sangat sangat galak, jahat dan seperti laki-laki. Aku akuin sih gadis itu cantik tetapi pada saat itu kecantikannya tidak terpikirkan olehku apalagi dia dan gengnya sudah merebut surgaku. Walaupun kami mencoba mengalahkan mereka, namun kami tetap kalah karena bukit itu telah dibeli oleh ayah si gadis kecil itu. Memang, selain sebagai anak perempuan satu-satunya, dia sangat dimanja oleh orang tuanya. Kakak-kakaknya semua laki-laki dan dia anak bungsu. Aku tidak tahu kenapa dia sangat benci sama aku padahal aku bukan ketua dari tim, aku tidak memimpin sahabat-sahabatku dan memang sebenarnya aku tidak punya geng seperti mereka. Aku dan sahabatku hanya berteman dan bersahabat dan tidak melakukan apa-apa selain bermain. Kami tidak punya maksud menguasai atau dikuasai sehingga kami pun tidak pernah berkelahi. Kami cukup bahagia bermain dan menghabiskan waktu luang kami di bukit surga kami. Malah karena mereka kami jadi sering berkelahi. Coba aku ingat-ingat. Oh mungkin ketika kami pernah berkelahi, aku tidak mau memukulnya. Ya iyalah. Dia itukan perempuan, aku enggak mungkin mukul perempuan. Tapi dia tidak menerima alasan itu. Ia tidak mau dianggap lemah sebagai perempuan. Ia merasa kuat dan tidak mau dikalahkan oleh laki-laki. Ia marah dan menyebut aku bencong, banci dan tidak punya nyali. Aku tidak perduli karena aku tidak mau ada masalah yang berkepanjangan. Lucu yah, umur kami belum genap sepuluh tahun tapi kami sudah punya pemikiran bagaimana kami harus berlaku sesuai dengan hakikat jenis kelamin kami. Dan semenjak peristiwa itu, dia terus menyebut aku bencong, banci, enggak punya nyali. Apa mungkin dia tau bakat gue yeh. Buktinya gue jadi bencong beneran sekarang. Hahaha…enggak kali. Emangnya dia dukun atau titisan Tuhan. Mmh..Ngarang aja gue. Becanda lagi bow! Hahaha…
Perseteruan kami pun berakhir karena dia pindah bersama keluarganya di kota lain. Ayahnya dipindahtugaskan oleh kantornya ke kota di luar negeri. Walaupun begitu, bukit surga kami tetap jadi miliknya. Gadis itu minta supaya ayahnya tidak menjual bukit itu. Biarpun dia tinggal di luar negeri, dia tetap ingin kembali ke kampung kami, tepatnya ke bukit surga. Makanya ayahnya membuatkan sebuah rumah, ya mungkin sejenis vila, jadi kalau mereka ada kesempatan untuk pulang ke Indonesia, mereka akan berkunjung ke bukit surga. Selama dia pindah, sudah beberapa kali dia pulang ke Indonesia. Namun, sudah dua tahun dia tidak pulang sejak dia terakhir pulang. Waktu itu, terpikir olehku kenapa dia tidak pulang. Tanpa sadar aku sangat rindu dan ingin bertemu. Walaupun apa yang sudah terjadi, tetapi kehadiran dia sudah melekat di hari-hari aku dan sahabat-sahabatku. Tapi akh! Aku tersadar, dia kan musuh ku. Terkadang memang perasaan tidak dapat disembunyikan. Aku tetap laki-laki dan dia tetap perempuan. Kita punya hati. Hati yang mempunyai dua ruang kasih dan amarah. Ruang yang selalu atau terkadang ingin diisi oleh sebuah kehidupan agar tidak hampa dan mati. Dan kembali tanpa sadar. Waktu itu aku sering sekali sendirian pergi ke bukit surga hanya untuk memandangi rumah hijau di atas bukit surga. Aku berharap ada kehidupan yang telah selama ini mengisi ruang hati kasih ku. Aku sadar dengan kenyataan bahwa aku masih terlalu muda untuk mengenal peranan manusia dalam kehidupan yang hakiki seperti itu. Namun, aku tidak bisa membohongi dan menolak apa yang kurasakan.
Dia begitu berkesan dan punya daya tarik tersendiri. Sebenarnya dia sangat cantik, apalagi kalau dia sedang marah. Dia mempunyai ciri khas yang membuat setiap orang pasti menyukainya. Ada lesung pipit di pipinya. Kalau dia tertawa lesung pipitnya akan lebih besar. Rambutnya panjang dan lurus. Warnanya sangat bagus, hitam legam dan bercahaya. Kalau sedang bermain, terkadang dia menguraikan rambutnya. Terkadang, kalau kami sedang berkelahi, kami sering menggunakan rambutnya sebagai titik kelemahannya. Kami tidak perduli dia perempuan karena dia pun tidak perduli kalau dirinya seorang gadis kecil yang harus tahu bagaimana bertindak berdasarkan nalurinya sebagai manusia yang berjenis kelamin perempuan. Ya tentu saja sih, masih kecil. Kita bergerak dan melakukan sesuatu berdasarkan naluri dan keinginan, belum berdasarkan pemikiran. Dia selalu bergerak kesana-kemari sehingga membuat rambutnya yang terurai menari menikmati kebebasan dan keindahan alam. Hihi…jadi pengen senyum bahkan ketawa kalau inget apa yang terjadi di masa lalu, apalagi kalau dibandingkan dengan keadaan aku sekarang. Huahaha…huahaha… Apa gue masih punya rasa yang sama kayak dulu yeh? Ahh…enggak mungkin. Aku sangat menikmati dan bahagia dengan keadaanku sekarang. Yang penting kan kasih sayang. Laki-laki atau perempuan kan sama saja. Mengenai hakikat kehidupan yang menyatakan hidup aku tidak normal, masa bodoh ahh. Orang-orang kan enggak tahu dan tidak mau perduli tentang kesusahan aku. Aku sudah tidak memikirkan bagaimana lebih bahagianya aku kalau aku mau berumah tangga, punya istri dan anak. Bagaimana lebih bahagianya orang tua ku karena mereka punya cucu dari aku. Kebahagiaan itu sudah aku pendam bersama masa laluku. Tidak baik loh hidup dengan melibatkan masa lalu karena kita kan hidup di masa sekarang. Masa lalu cuma jadi penyesalan saja. Aku juga tidak memikirkan masa depan, karena masa depan kan bagaimana nanti aja. Kalau kita memikirkan masa depan, mumet ahh. Kan belum terjadi. Pasti kita berhadapan dengan ketakutan-ketakutan bahwa apa yang kita harapkan tidak akan terjadi. Akhirnya kan penyesalan. Makanya aku enggak mau susah-susah mikir masa depan atau mengenang masa lalu. Capek! Mumet lagi!
Semenjak terakhir aku menyadari dia tidak pulang lagi, aku tidak pernah bertemu dengan dia hingga sekarang. Enggak tahu yah bagaimana dan dimana dia sekarang.
"Hai Jo! Ngapain lo? Lo enggak kerja? Ntar ga dapet setoran lo!" (Karto, laki-laki tulen, temen Jo).
"Iya ahh! Ntar dulu! Lagi istirahat neh! Capek gue dah 3 jam nongkrong di pengkolan kagak ada yang ngelirik palagi mampir. Iye, ntar, lagi gue lurusin urat-urat kayaknya kusut neh. Lo sendiri baru pulang kerja apa maen? Dah gajian blon? Bagi-bagi dong. Gue lagi bokek nih, sepi langganan." (Dengan tampang lesu, duduk sembarangan di tembok setinggi pinggang orang dewasa di tepi jalan masuk gang rumahnya, sambil memainkan rambutnya yang hitam dan kriting, kemayu sekali. Dasar Jo!)
"Ah payah jo. Gue juga lagi bokek. Gue kagak dapet proyek. Dah disabet orang. Bos gue kagak mo ngebelain gue lagi. Anjrit! Padahal tuh proyek idenya dari gue. Ehh malah keduluan ma rival gue. Mana gajian masih lama lagi. Brengsek!" (Duduk di sebelah Jojo.)
"Mang gimana lo bisa kagak dapet tuh proyek?" (Sambil mengapitkan beberapa helai rambutnya di antara bibir bergincu merah delima. Seksi banget karena memang bentuk bibir Jojo sudah seksi banget.)
"Rival gue tuh pake sistem KKN. Dia pinter banget ngelobi pake nama omnya yang jadi kepala divisi promosi sebagai jaminan. Bos besar gue kan jadi lebih percaya banget ma dia daripada ma gue. Gue siapa yang dukung? Emak gue doang!"
"Hah lu didukung ma mak lo?"
"Waktu gue kecil, kali!"
"Ya iyalah, mana mungkin emak lo bisa dukung lo sekarang, ntar sekalian disusuin kali! Hahahaha!" (Tertawa sambil memegangi payudara palsunya. Dasar Jo!)
"Ngocol lo jo! Hahahahaha!" (Mereka pun tertawa terbahak-bahak bersamaan.)
"Sebenarnye ape sih proyek lo? Kali aja gue ngerti." (Kembali dengan ekspresi wajah serius.)
Karto mulai menceritakan ide-ide briliannya. Dia menggambarkan bentuk proyek yang menjadi impiannya. Proyek itu bernilai miliaran rupiah sehingga membuat jojo berdecak kagum ketika Karto menyebutkan angka-angka fantastis.
"To, ajak gue kerja donk!" (Jo memohon sambil memegangi lengan Karto.)
"Sori jo. Gue ga bisa janjiin lo. Nasib gue juga blom tau kayak gimana besok. Jabatan gue lagi di ujung tanduk. Tapi kalo emang ada kesempatan dan rezeki lagi bagus, gue ajak lo. Oke, jo? Oke, deh. Gue balik dulu yeh. Eh ya. Gue hampir lupa lagi. Kayaknya lo dicariin orang deh kemaren. Sori gue lupa kasih tau lo. Waktu dia pusing ga nemu kontrakan lo, kebetulan dia ketemu gue di warung kopi bu Antun. Gue ajak ke kontrakan, lo ga ada. Kemana aja sih lo?
"Kemane ye gue?"
"Ngelayap ya lo?"
"Oh he eh. Gue ada urusan dikit ma temen gue. Orangnya kayak gimana, To?"
(bersambung)

No comments:

Post a Comment