Thursday, December 11, 2008

Do you believe in true love?
















Wow! Belahan dunia sedang dilanda wabah virus cinta yang disebarkan oleh vampir tampan yang berusia ratusan tahun, tetapi memegang status sebagai siswa SMA di satu daerah indah namun mendung, selalu hujan tepatnya. Bagaikan kisah Romeo dan Juliet, sang vampir terjerat oleh hasrat cinta sejati oleh seorang gadis, manusia tepatnya, biasa namun unik dan tak mampu berpisah. Romantis namun menegangkan, antara cinta dengan keselamatan sang gadis adalah pilihan yang harus diambil sang vampir.

Twilight, Edward & Bella, Love versus Vampire, Forks.

Get used to the words! Welcome to the Eternity!










Modul Online & BSE Antara Efektivitas dan Modernitas

Sekolah itu mahal. Pernyataan tersebutlah yang menjadi sebab permasalahan ketidakmerataan kesempatan mengenyam pendidikan. Sebuah momok bagi masyarakat miskin terhadap kesadaran menimba ilmu melalui pendidikan formal. Kenyataannya memang mendukung dimana instansi pendidikan terutama sekolah membebankan kepada siswanya untuk menyediakan dana yang banyak selama belajar di sekolah tersebut. Dimulai dari biaya masuk sekolah, biaya buku, sampai pada dana-dana bersifat “pungli”. Bagi masyarakat miskin, tentu saja, bagai menggapai bintang di langit dan memeluk gunung. Pernyataan bahwa sekolah itu hanya untuk orang kaya pun adalah benar.
Berdasar pada kenyataan tersebut, muncullah pemikiran tentang pendidikan untuk semua. Gembar gembor di dunia pendidikan di zaman modern ini telah menyatakan bahwa setiap orang di dunia ini berhak mengenyam pendidikan. Dari orang kota sampai pelosok desa tidak boleh tidak ada yang tidak berpendidikan. Setiap orang harus pandai setidaknya dapat membaca dan menulis agar kebodohan tidak lagi bertengger di kepala mereka. Kebodohan pada umumnya disandang oleh masyarakat miskin sehingga mereka semakin tertindas oleh kekuasaan masyarakat yang lebih pintar. Fenomena monumental seperti inilah yang sedang dialami bangsa Indonesia. Akibatnya pemerintah berusaha menerapkan sistem-sistem pembelajaran baru yang ditujukan untuk pemerataan pencapaian pendidikan yang dapat menyentuh berbagai strata kehidupan bermasyarakat terutama masyarakat miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Pendidikan Terbuka
Idealisme dalam pembangunan pendidikan di Indonesia mencakup dua aspek. Pertama adalah aspek kuantitas. Aspek ini menekankan pada pembangunan pendidikan yang merata bukan hanya mengurusi sekolah-sekolah di daerah perkotaan melainkan juga menyebar ke seluruh pelosok tanah air. Mengatasi kebodohan dan kemiskinan pun menjadi tujuan utama. Satu di antara program pelaksanaan pembangunan pendidikan aspek kuantitas ini adalah sistem pendidikan terbuka. Pendidikan terbuka menerapkan siswa yang tidak mampu mengenyam pendidikan formal tetap dapat belajar atau bersekolah tanpa harus hadir di sekolah dan bertemu guru setiap hari. Mereka tetap dapat mengerjakan tugas mereka. Biasanya anak-anak miskin di pedesaan maupun perkotaan mempunyai “kewajiban” mencari nafkah membantu orangtua mereka. Ada yang bertugas sebagai penggembala ataupun nelayan bagi mereka yang tinggal di pedesaaan. Ada yang bertugas sebagai penjual koran, tukang semir sepatu, penjual rokok, dll bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Selama mereka melakukan pekerjaannya, mereka tetap bisa belajar, ujian dan akhirnya lulus dengan standard nilai disesuaikan dengan sekolah umum. Sistem ini dimaksudkan agar siswa tidak harus meninggalkan pekerjaannya maupun belajar.
Sekolah terbuka menganut sistem kebebasan siswa untuk memilih waktu belajar. Artinya siswa tidak terpaku pada jadwal seperti yang biasa disediakan oleh sekolah umum. Sekolah tidak memiliki proses belajar mengajar yang mengharuskan siswa hadir di kelas dengan seragam dan perlengkapan sekolah lainnya serta memiliki jadwal pertemuan dengan guru di kelas. Menurut G. Dogmen (1967),

Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah:
§ ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu,
§ bahan belajar disampaikan melalui media,
§ tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik.

Selama ini, sudah tersebar luas pendirian sekolah terbuka di Indonesia. Dari sekolah terbuka yang khusus didirikan oleh pemerintah dalam rangka penerapan wajib belajar 9 tahun dan pemberantasan buta huruf untuk anak-anak pada umur sekolah sampai sekolah terbuka yang didirikan oleh lembaga-lembaga independen yang sangat peduli dengan nasib bangsa yang berada di tangan para penerus bangsa.
Kedua adalah aspek kualitas. Pemerintah harus menjaga mutu pendidikan agar mampu bersaing di era globalisasi ini. Untuk mendapatkan kualitas yang baik, tentu saja harus didukung oleh berbagai pihak. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, faktor guru--dalam hal ini sebagai pengajar sekaligus pendidik-- dan media pembelajaran maupun pemelajaran mempengaruhi kualitas pendidikan yang baik. Oleh karena itu, peran keduanya sangat perlu menjadi pusat perhatian pemerintah dalam melaksanakan program-program kerjanya.
Modul pembelajaran
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa sekolah terbuka memerlukan bahan belajar sebagai media pembelajaran. Bahan belajar memegang peranan penting sebagai sumber aktivitas belajar siswa. Bahan belajar yang diperlukan oleh siswa di sekolah terbuka harus dapat memenuhi semua kebutuhan siswa yakni dari tujuan umum dan khusus pemelajaran yang jelas, materi yang mudah dimengerti, latihan soal yang relevan dengan materi, soal dengaran yang mampu membantu siswa meningkatkan kemampuan mendengarkan, sampai pada evaluasi akhir yang mampu mengukur kemampuan siswa setelah mereka mempelajari satu pokok bahasan.
Sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah terbuka, bahan belajar harus dapat menggantikan posisi guru karena di tangan siswalah keberhasilan pembelajaran dapat dicapai. Siswa lebih sering berinteraksi dengan bahan belajar dibanding dengan guru. Oleh karena itu, dalam menyusun bahan ajar untuk siswa sekolah terbuka, penyusun harus mengerti akan kondisi dan karakteristik siswa sekolah terbuka.
Bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa sekolah terbuka adalah modul pembelajaran. Modul bersifat instruksional sehingga siswa sangat dipandu oleh modul dalam mengerjakan setiap kegiatan yang disediakan pada modul.
Fenomena Sekolah Berbasis ICT
Kemajuan teknologi sudah memaksa dunia pendidikan untuk ikut serta mengaplikasi program-programnya melalui jalur internet. Bentuk nyata yang telah dilaksanakan oleh pemerintah adalah Jardiknas. Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) adalah program pengembangan infrastruktur jaringan online skala nasional (National Wide Area Network) yang dibangun oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) Pemerintah Republik Indonesia untuk menghubungkan antar institusi dan komunitas pendidikan se-Indonesia (www.jardiknas.diknas.go.id). Pelaksanaan jardiknas dimaksudkan memberikan sarana agar setiap informasi baik mengenai masalah-masalah pendidikan, program-program kerja maupun prestasi-prestasi yang diraih oleh instansi-instansi di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di setiap daerah di seluruh Indonesia dengan mudah dapat tersebar luas. Selain itu, jardiknas juga bertujuan membantu siswa dan guru dalam memperoleh materi tambahan yang dapat menunjang proses belajar mengajar di dalam kelas. Bagi manajemen pendidikan pun, jardiknas dapat menjadi perantara untuk memperoleh informasi tentang perkembangan sistem manajemen pendidikan dari satu instansi ke instansi lainnya.
Untuk menunjang aplikasi jardiknas sebagai satu di antara kegiatan siswa dan guru di luar kelas, jardiknas melalui www.edukasi.net menyediakan sistem layanan pembelajaran yang bernama modul online dan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Kedua produk andalan ini mempunyai tujuan dan bentuk yang berbeda, namun memiliki fungsi dan pengguna yang sama. Modul online bertujuan memberikan sarana pembelajaran dan pemelajaran bagi siapa saja, khususnya siswa sekolah dan guru untuk mempelajari materi yang disediakan. Sedangkan BSE, yang baru diluncurkan sekitar bulan Juni 2008, dimunculkan dalam rangka menanggapi masalah harga buku yang semakin lama semakin mahal.
Mengenai perbedaan bentuk, modul online lebih bersifat interaktif karena pengguna akan dipandu secara urut dan bertahap dari mempelajari satu materi, mengerjakan tugas latihan, sampai mengerjakan soal ujian. Pengguna dapat mengoperasikan sendiri karena sudah terdapat instruksi untuk setiap kegiatan dalam satu proses pembelajaran. Dengan tampilan yang dinamis, pengguna akan merasakan kemudahan dalam belajar yang akhirnya menimbulkan rasa senang. Pengaruh baiknya akan tercermin dengan keinginan pengguna untuk mempelajari kembali materi yang lain. Lain hal dengan BSE, layanan ini lebih bersifat statis karena konsep tampilannya adalah menampilkan buku pelajaran atau buku sekolah, yang sudah melalui penilaian BNSP, secara utuh dan tidak ada perubahan samasekali. Hanya bedanya, BSE ditampilkan melalui media internet.
Baik modul online maupun BSE berfungsi sebagai layanan pembelajaran dan pemelajaran untuk siswa dan guru. Sasaran pengguna layanan ini mencakup siswa dan guru sekolah dasar, menengah umum (SMP, SMA) dan menengah khusus (SMK). Namun, tidak tertutup kemungkinan apabila masyarakat umum juga ingin menggunakannya karena akses internet memang sudah sangat mudah ditemukan dan digunakan bagi masyarakat yang sadar dan mampu menggunakannya. Informasi apapun dan darimana pun dapat kita temukan hanya dengan menggerakkan satu jari untuk mengklik dan dunia pun terbuka di depan kita.
Antara efektivitas dan modernitas
Jardiknas melalui modul online dan BSE memang merupakan satu di antara sosok ideal bagi pengembangan pendidikan terutama pada aspek kualitas atau mutu pendidikan. Modul online diharapkan mampu memberikan pengayaan untuk siswa dalam mempelajari materi yang dianggap sulit dan belum dimengerti. Dengan pengayaan ini, siswa diharapkan dapat meningkatkan nilai pelajarannya dan mampu lulus dalam ujian sekolah maupun ujian nasional. Modul online mudah digunakan sehingga siswa mampu melakukannya sendiri tanpa didampingi oleh guru.
Buku Sekolah Elektronik diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari materi tanpa harus membeli buku sekolah yang harganya sudah sangat mahal. Satu buku untuk satu mata pelajaran saja seharga lebih dari Rp.30.000,-. Setiap satu semester, biasanya siswa mendapatkan lebih dari 10 mata pelajaran. Jika ditotal, dalam satu semester, setiap siswa harus membeli 10 buku sekolah seharga Rp.300.000,-. Dalam satu tahun, siswa harus membeli 20 buku seharga Rp.600.000,-. Sedangkan, jika siswa menggunakan jasa internet, siswa hanya mengeluarkan uang kurang lebih sebesar Rp.3000,- untuk membayar biaya sewa selama satu jam.
Fenomena tersebut sangat tidak menyentuh kenyataan berikut. Data Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah orang miskin se-Indonesia adalah 16,85 persen dari total populasi atau sekitar 36,8 juta jiwa. Total penduduk indonesia diperkirakan sebesar 230 juta jiwa pada tahun 2008. Walaupun terdapat penurunan dari populasi yang terjadi di tahun 2007 yakni sekitar 37,17 juta jiwa, namun tetap saja perlu menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk selalu mencari cara menyejahterakan masyarakat miskin hingga pada titik angka populasi yang lebih kecil lagi.
Timbul satu pertanyaan dari dua kenyataan tentang kemiskinan dan perkembangan teknologi. Apakah upaya pemerintah dalam mengembangkan teknologi dalam dunia pendidikan yang sedang naik daun ini merupakan tindakan yang efektif atau mengandung misi tidak mau ketinggalan arus dunia global? Jika jawabannya efektivitas dalam sarana informasi pendidikan, maka tetap akan ada satu pertanyaan lanjutan. Efektif untuk siapa, jika kenyataan di lapangan masih banyak daerah yang mengalami keterbatasan akses informasi dan masih banyak anak-anak yang tidak mempunyai kemampuan menggunakan teknologi canggih karena mereka tidak merasa perlu akan teknologi.
Jika jawabannya modernitas dalam dunia pendidikan, tentu saja misi ikut-ikutan atau mengejar status peran serta dalam dunia global ini benar-benar tercapai. Akan tetapi, apa manfaatnya bagi anak-anak miskin yang seharusnya mereka perlu pertolongan cepat? Apa yang anak miskin bisa lakukan jika mereka dihadapkan dengan media internet? Kemungkinan besar, mereka kurang tahu karena uang yang mereka punya lebih baik mereka gunakan untuk makan daripada untuk ke warnet, walaupun di zaman sekarang fasilitas layanan internet sangat murah dan mudah terjangkau. Apalagi bagi anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan atau pelosok dimana agak sulit terdapat aliran listrik. Jarang atau tidak sama sekali mereka mengenal dunia informasi cepat seperti itu. Mereka pikir, internet adalah benda yang hanya dimiliki oleh orang kota. Fasilitas internet masih tergolong benda yang mahal atau mewah.
Jika pemerintah tetap adil dan konsisten dalam menjalankan tujuan pembangunan pendidikan, upaya peningkatan pendidikan terbuka melalui sekolah terbuka dapat mengubah persepsi kebodohan hanya untuk masyarakat miskin. Alokasi anggaran pendidikan harus dibagi merata dimana sekolah terbuka masih sangat memerlukan biaya yang sangat besar. Jika hal ini tetap dapat terwujud, modul pembelajaran konvensional masih tetap memegang peranan penting dalam membantu anak-anak miskin untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Dengan begitu, pemerataan pendidikan sebagai tujuan pembangunan pendidikan aspek kuantitas pun tercapai.
Jadi, sebenar-benarnya, apa tindakan kita selanjutnya?