Thursday, May 28, 2009

REMAJA ITU BERPUISI



Dunia sastra memang tidak bisa dibatasi oleh usia. Kandungan sastra yang sangat sarat akan keindahan dan nilai-nilai kehidupan mampu merasuki kehidupan hakiki manusia, baik disadari maupun diabaikan. Bagi yang menyadari, muda maupun lanjut usia tak jarang untuk mau dan suka menyampaikan isi hatinya dalam bentuk karya sastra, yang satu di antaranya adalah puisi. Banyak sastrawan yang sudah kita kenal yang dalam hidupnya mengabdi untuk menghasilkan karya puisi yang sangat indah, seperti Chairil Anwar, W.S. Rendra, Sapardi Djoko Damono, dll. Generasi muda dan wanita pun terwakili oleh Rieke Diah Pitaloka, Laksmi Pamuntjak, dll. Dari generasi yang lebih muda lagi pun sudah ada yang mampu menghasilkan karya sastra yang cukup diacungi jempol. Kata-kata sederhana namun indah mampu terungkap dari suara mungil seorang Faiz yang telah menghasilkan karyanya dalam bentuk puisi. Abdurahman Faiz yang kini berumur 14 tahun merupakan anak dari seorang penulis terkenal, Helvy Tiana Rosa. Saat kelas II SD, dia pernah menjadi juara Lomba Cipta Puisi Tingkat SD seluruh Indonesia yang diadakan Pusat Bahasa Depdiknas (2004) dengan puisi “Sahabatku Buku” (www.id.wikipedia.org).

Selain mereka yang menyadari arti sastra, ada pula yang mungkin tidak menyadari atau mengabaikannya. Sesungguhnya sastra tetap tidak bisa lepas dalam keseharian hidup manusia, misalnya pada saat berdoa. Kata-kata indah dalam doa merupakan puisi atau ungkapan hati untuk memuji kebesaran sang Pencipta dalam komunikasi antara hamba dan Tuhannya. Begitu juga pada bait-bait lagu yang sering kita dendangkan mengandung karya-karya sastra yakni puisi dan cerita. Begitu penting dan bermaknanya sebuah karya sastra, tak ada salah bagi kita untuk meningkatkan kesadaran bersastra masyarakat agar sastra dapat lebih dikenal dan dinikmati oleh siapapun. Lebih baik lagi jika kesadaran itu dapat dipupuk sedini mungkin agar dapat melahirkan sastrawan-sastrawan dan penikmat-penikmat sastra di masa depan.

Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat merealisasi peningkatan kesadaran bersastra tersebut. Setakat ini, tepatnya tanggal 4 sampai 6 Mei 2009, Dinas Pendidikan telah menyelenggarakan Festival dan Lomba Olahraga, Seni dan Sastra. Berbagai macam lomba diselenggarakan untuk tingkat SD, SMP, dan SMA. Seluruh lokasi penyelenggaraan dipusatkan di Kota Pontianak. Namun, untuk lomba seni dan sastra tingkat SMP dipusatkan di Taman Budaya, Aula Museum Kalimantan Barat dan Aula Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat. Lomba-lomba seni dan sastra yang diselenggarakan adalah Lomba Musik Tradisional, Lomba Tari Tradisional, Lomba Lukis, Lomba Kriya, Lomba Menyanyi Tunggal, Lomba Vokal Grup, Lomba Cipta Lagu, Lomba Bercerita (Story Telling), Lomba Cipta Puisi Balada dan Lomba Cipta Cerpen.

Satu di antara perlombaan tersebut adalah Lomba Cipta Puisi Balada. Lomba ini diadakan di Aula Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat. Peserta yang mengikuti lomba ini sebanyak sembilan peserta yang berasal dari sekolah-sekolah swasta dan negeri di dua kota dan tujuh kabupaten. Dua kota mengirimkan perwakilannya dari SMP Islam Al-Azhar 17 Kota Pontianak dan SMPN 8 Kota Singkawang. Sedangkan ketujuh kabupaten diwakili oleh SMPN 2 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, SMPN 1 Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, SMPN 2 Ngabang Kabupaten Landak, SMPN 1 Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang, SMPN 1 Kabupaten Sekadau, SMPN 1 Kabupaten Sintang, dan SMPN 3 Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Mereka saling bersaing sehat untuk memperebutkan juara I, II, dan III tingkat provinsi. Perlombaan tingkat provinsi ini sangat penting karena perlombaan ini menentukan satu perwakilan yang akan dikirim ke perlombaan tingkat nasional.

Lomba Cipta Puisi Balada tahun ini terdiri dari dua babak, yakni babak penyisihan dan babak final. Pada babak penyisihan, kesembilan peserta diberi waktu untuk mencipta puisi. Kemudian, mereka diberi kesempatan untuk membacakan hasil cipta mereka di depan dewan juri. Setelah pembacaan puisi, dewan juri menilai hasil cipta dan aksi mereka dalam membaca puisi. Akhir dari babak penyisihan ini menghasilkan lima peserta yang berhak masuk babak final. Pada babak final, lima peserta tersebut cukup bersaing ketat untuk meraih juara I, II, dan III. Kelima peserta ini, menurut juri, berhak untuk maju sebagai juara. Dilihat dari hasil karya di babak penyisihan, mereka sangat hebat karena di usia yang sangat muda sudah mempunyai kesempatan emas untuk berkarya dan berlomba, seperti dikutip dari pernyataan Pay Jarot Soejarwo seorang sastrawan muda Kalimantan Barat pada saat mengulas hasil karya peserta pada babak penyisihan. Namun, tentu saja mekanisme lomba telah mengatur hanya tiga peserta yang dipilih dari lima peserta yang berlomba di babak final.

Sistem penilaian lomba berdasarkan pada dua unsur utama yakni cipta puisi dan pembacaan puisi. Untuk cipta puisi, hasil karya peserta dinilai berdasarkan tema, diksi, kedalaman makna. Sedangkan untuk pembacaan puisi, aksi peserta dinilai berdasarkan intonasi, mimik, artikulasi (kejelasan pengucapan), kelantangan suara (volume vokal), dan variasi gaya. Sedangkan tema yang ditetapkan oleh panitia berakar pada lingkungan, masyarakat, dan budaya. Peserta dibebaskan memilih satu di antara tema-tema tersebut.

Di akhir perlombaan, dewan juri memutuskan Nanda Elok Juwita sebagai juara I. Nanda, dengan puisi haru yang berjudul “Balada Kejadian Hidup Masyarakat Kini”, mewakili SMP Islam Al-Azhar 17 dari Kota Pontianak. Nanda berhasil mengalahkan Adita Widya Pangestika dari SMPN 2 Ngabang, Kabupaten Landak yang meraih juara II. Adita menghasilkan puisi indah yang berjudul “Jeritan Alam”. Sedangkan juara III diraih oleh Istiana yang mewakili SMPN 1 Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak. Puisinya yang menyentuh kalbu berjudul “Ayah”. Persaingan ketiga juara ini cukup signifikan karena skor yang didapat tidak terlalu terpaut jauh. Hal ini membuktikan bahwa mereka adalah siswa-siswa pilihan yang memang mempunyai bakat dan kemampuan bersastra. Mereka mampu membuktikan kemampuan mereka dalam persaingan dengan siswa-siswa pilihan lainnya.

Mengutip dari pernyataan Adam Effendy, S.S., satu di antara dewan juri Lomba Cipta Puisi Balada yang merupakan peneliti dari Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, urutan juara I, II, dan III tersebut merupakan formasi yang sangat sesuai dengan data dan fakta yang terjadi di lapangan. Sesungguhnya semua peserta lomba tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi juara karena mereka adalah unggulan dari setiap kabupaten dan kota. Namun, tampaknya stamina berlomba berpengaruh cukup besar. Hal ini ditengarai dari kualitas puisi ciptaan dan penampilan pembacaan puisi yang justru menurun pada saat babak final dibandingkan pada saat babak penyisihan. Meskipun demikian dewan juri yakin setiap finalis telah mempersembahkan yang terbaik.

Walaupun tahun ini, kota Pontianak memegang juara pertama, namun untuk tahun-tahun berikutnya perwakilan-perwakilan daerah diharapkan dapat meraih gelar tersebut. Harapan tersebut tentu saja dapat terealisasi dengan dukungan berbagai pihak. Dalam hal ini, khususnya para pendamping peserta yakni guru Bahasa Indonesia memiliki peran utama dalam membimbing siswa-siswanya untuk tetap mampu berkarya dan berlomba. Selain materi ajar, guru juga perlu membimbing mental siswa untuk siap kalah di samping siap menang. Hal ini dimaksudkan jika siswa mendapat kesempatan mengikuti perlombaan tahun berikutnya, siswa tidak akan patah semangat untuk mencoba lagi dan meraih juara pertama. Jika semangat ini terus dipupuk, tidak tertutup kemungkinan lahirnya sastrawan lokal Kalimantan Barat yang mampu menembus kancah kesusasteraan nasional.

No comments:

Post a Comment